Niat hati mengingatkan
Tetapi apa yang ada di benaknya?
Apa aku sedikitpun terkesan sombong karena mau mengingatkan ketika banyak orang yang bungkam dan apatis?
Bahwa aku terkesan memojokkan dia yang tidak tahu?
Aku hanya menyampaikan secuil ayat perihal kebenaran
Secara pribadi bukan bertebaran online
Namun memang itu semua bergantung pola pikir si pendengar
Dipengaruhi dengan how they were brought up
Dipengaruhi lingkungan (kawan)
Dan kondisi psikologisnya.
Dear my muslim friends,
Apa yang ada di benakmu ketika seseorang menasihatimu?
Apa kamu merasa terancam?
Kamu merasa direndahkan?
Apa kamu takut dia berhasil mendapatkan suaramu seolah membuatmu takluk?
Ini bukanlah tentang keuntungan pribadi.
Mendapatkan dukungan, mendapatkan backup?
Tidak sama sekali.
Namun hanya sebuah keinginan untuk mengingatkan akan kebenaran.
Karena takkan rela hati ini melihat seseorang yang kucinta terjatuh ke dalam kekhilafan tanpa diri ini memberikan tangan
Teman, coba tanyakan pada dirimu sendiri
Apa itu yang kau rasakan?
Apa kau sebenarnya tidak siap untuk membuka pikiranmu dan mulai mendengarkan
Terlebih lagi mencari tahu kebenarannya?
Percayalah yang dia katakan bukanlah bualan
Bukan pula dia menukil dari sumber-sumber yang tidak jelas
Bukan pula dia berguru pada yang kau sebut "Ustadz Youtube/Google"
Karena tidak semua yang menggunakan media sosial adalah orang awam biasa tanpa ilmu.
Justru beliau-beliau memanfaatkan media tersebut sebagai sarana penyebaran dakwah.
Tidak semua seperti itu, kawan.
Banyak sekali asatidz lulusan universitas Islam terbaik.
Universitas Islam Madinah misalnya.
Ma syaa Allah
Asatidz yang terlisensi,
Paham bahasa Arab,
Merupakan pengisi kajian di Masjid Nabawi
Dan pastinya telah mengemban ilmu dari ulama-ulama Sunni (pengikut Sunnah)
yang bersumber pada Qur'an dan Sunnah dengan pemahaman para sahabat
Ulama yang merujuk kepada ke-4 Imam besar yakni Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah
Dan umumnya, kepada para pengikut as-shalafush shaleh yang telah diakui kredibilitasnya di dalam Islam.
Dalam hadits Ibnu Mas’ud, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku. Kemudian generasi setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi. Kemudian akan datang suatu kaum, kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.” [Mutafaq ‘alaihi]
"Ustadz Google!" Kau bilang, "Ustadz Youtube!"
Percayalah kau beruntung jika dikelilingi masjid dengan pengajian.
Terlebih pengajian Sunnah.
Semoga Allah selalu memberi petunjuk.
Tetapi apa yang ada di benaknya?
Apa aku sedikitpun terkesan sombong karena mau mengingatkan ketika banyak orang yang bungkam dan apatis?
Bahwa aku terkesan memojokkan dia yang tidak tahu?
Aku hanya menyampaikan secuil ayat perihal kebenaran
Secara pribadi bukan bertebaran online
Namun memang itu semua bergantung pola pikir si pendengar
Dipengaruhi dengan how they were brought up
Dipengaruhi lingkungan (kawan)
Dan kondisi psikologisnya.
Dear my muslim friends,
Apa yang ada di benakmu ketika seseorang menasihatimu?
Apa kamu merasa terancam?
Kamu merasa direndahkan?
Apa kamu takut dia berhasil mendapatkan suaramu seolah membuatmu takluk?
Ini bukanlah tentang keuntungan pribadi.
Mendapatkan dukungan, mendapatkan backup?
Tidak sama sekali.
Namun hanya sebuah keinginan untuk mengingatkan akan kebenaran.
Karena takkan rela hati ini melihat seseorang yang kucinta terjatuh ke dalam kekhilafan tanpa diri ini memberikan tangan
Teman, coba tanyakan pada dirimu sendiri
Apa itu yang kau rasakan?
Apa kau sebenarnya tidak siap untuk membuka pikiranmu dan mulai mendengarkan
Terlebih lagi mencari tahu kebenarannya?
Percayalah yang dia katakan bukanlah bualan
Bukan pula dia menukil dari sumber-sumber yang tidak jelas
Bukan pula dia berguru pada yang kau sebut "Ustadz Youtube/Google"
Karena tidak semua yang menggunakan media sosial adalah orang awam biasa tanpa ilmu.
Justru beliau-beliau memanfaatkan media tersebut sebagai sarana penyebaran dakwah.
Tidak semua seperti itu, kawan.
Banyak sekali asatidz lulusan universitas Islam terbaik.
Universitas Islam Madinah misalnya.
Ma syaa Allah
Asatidz yang terlisensi,
Paham bahasa Arab,
Merupakan pengisi kajian di Masjid Nabawi
Dan pastinya telah mengemban ilmu dari ulama-ulama Sunni (pengikut Sunnah)
yang bersumber pada Qur'an dan Sunnah dengan pemahaman para sahabat
Ulama yang merujuk kepada ke-4 Imam besar yakni Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah
Dan umumnya, kepada para pengikut as-shalafush shaleh yang telah diakui kredibilitasnya di dalam Islam.
Dalam hadits Ibnu Mas’ud, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku. Kemudian generasi setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi. Kemudian akan datang suatu kaum, kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.” [Mutafaq ‘alaihi]
"Ustadz Google!" Kau bilang, "Ustadz Youtube!"
Percayalah kau beruntung jika dikelilingi masjid dengan pengajian.
Terlebih pengajian Sunnah.
Semoga Allah selalu memberi petunjuk.
please have a read:
Komentar
Posting Komentar